Pada awal peluncuran dan masa pre-order, Samsung Galaxy Note 7 mampu menarik perhatian calon pembeli dengan fitur-fitur canggih yang dimilikinya. Namun semenjak kemunculan berita bahwa baterai Samsung Galaxy Note 7 mudah meledak atau terbakar, dalam sekejap pamor smartphone flagship tersebut langsung luntur.
Tentu dengan munculnya kasus-kasus tersebut, Samsung langsung menarik seluruh perangkat Galaxy Note 7 yang telah beredar di pasaran dan membatalkan pre-order. Hal ini bertujuan untuk menjamin keselamatan pengguna terkait isu baterai yang membuat perangkat terbakar atau meledak. Tentu saja langkah yang cepat langsung diambil oleh Samsung agar reputasi mereka tidak hancur karena masalah ini.
Agar tidak terjadi kasus-kasus serupa, kedepannya mereka tidak akan lagi menggunakan baterai yang diproduksi langsung oleh anak perusahaan Samsung SDI pada handset Galaxy Note 7. Sebagai informasi, Samsung memasok baterai Galaxy Note 7 dari SDI, sementara untuk sisanya dipasok melalui produsen asal China, ATL.
Samsung sendiri sebelumnya selalu menggunakan baterai lepasan untuk semua perangkatnya, dan dimulai pada tahun 2014, mereka mulai menggunakan baterai tanam untuk beberapa perangkatnya. Smartphone Samsung S6 dan S6 Edge hanya mendapatkan pasokan baterai sedikit dari perusahaan pada tahun lalu.
Samsung SDI mungkin akan kehilangan sekitar 18 miliar won (Rp210 triliun) senilai pendapatan pada kuartal ketiga karena biaya penggantian baterai. Perusahaan juga memperkirakan bahwa masalah baterai meledak pada Galaxy Note 7 bisa menyumbang kerugian biaya hampir US$1 miliar.